Dokter Lintas Batas (MSF) mengadakan diskusi bertajuk MSF Afternoon Talks dengan topik kesehatan remaja di Ruang Komunal Facebook Indonesia, Jakarta, Kamis (21/6). Hadir sebagai pembicara Bonitha Merlina (Direktur Eksekutif PKBI DKI Jakarta) dan Dina Afriyanti (Bidan MSF Indonesia), dengan moderator diskusi, Juris Bramantyo.
Bonitha membuka diskusi dengan mengatakan bahwa isu remaja ini sudah menjadi fokus PKBI sejak lama. PKBI memandang bahwa kesehatan remaja adalah tonggak penting di masyarakat. Masyarakat yang sehat dimulai dari keluarga yang mementingkan kesehatan remaja.
Lebih lanjut, Bonitha memaparkan bahwa fase remaja ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Perubahan fisik dimulai dari tumbuhnya kumis, pertumbuhan payudara, dan kemunculan jakun. “Perubahan secara psikologis ditandai dengan bertambahnya tanggung jawab yang harus diemban dan kewajiban untuk bersikap secara mandiri,” tutur Bonitha.
Masalahnya, perubahan psikologis ini sering kali membingungkan bagi remaja. Hal ini terjadi karena banyak remaja yang dituntut untuk bertanggung jawab dengan alasan mereka sudah dewasa, namun di sisi lain mereka juga masih dianggap anak kecil oleh lingkungan sekitarnya. Selain itu, remaja juga mengalami masalah ketidakstabilan emosi dan tuntutan pergaulan.
“Pada tingkat pemerintah sendiri sebenarnya sudah ada Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang remaja namun belum banyak diadopsi oleh instansi pemerintahan. Biasanya, ketika pemerintah membuat program terkait remaja, mereka justru tidak melibatkan remaja di tingkat perumusan, sehingga program menjadi tidak tepat sasaran,” kata Bonitha.
Sementara itu, Dina menceritakan pengalamannya ketika mengabdi di daerah Labuan, Banten. Ia menemui kasus pernikahan anak dan tingkat kehamilan remaja yang tinggi. Pernikahan anak terjadi karena mereka mengikuti jejak orang tuanya yang juga menikah di usia anak-anak. Sering ditemui kasus seorang remaja hamil dalam waktu bersamaan dengan ibunya. “Ketika para remaja ini hamil, masalah yang kemudian timbul yakni rasa malu untuk mengakses fasilitas kesehatan,” tuturnya.
Masalah lain yang muncul adalah ketidakpercayaan terhadap produk kesehatan. “Pemberian vitamin gratis bagi perempuan hamil sering mengalami kendala karena anggapan bahwa vitamin tidak memberi efek apapun bagi kehamilan. Banyak di antara mereka yang lebih memilih pergi ke dukun beranak dibanding ke klinik atau Puskesmas,” kata Dina.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, Puskesmas Labuan menjalankan program Pelayanan Kesehatan Ramah Remaja (PKPR). Program ini berusaha merangkul remaja dengan pendekatan yang membuat remaja nyaman dan mau bercerita. Salah satu program PKPR adalah pemeriksaan home visit untuk perempuan hamil dan akan melahirkan.
Sementara itu, PKBI DKI Jakarta sudah membuat modul tentang pendidikan seksualitas komprehensif bagi remaja yang telah diimplementasikan di beberapa sekolah. Bonitha kembali menekankan bahwa remaja harus dibiarkan menentukan pilihannya sendiri. Orang tua harus menjalin komunikasi yang lebih baik dan melindungi anak dari kekerasan seksual. Sebagai penutup, Juris menekankan bahwa remaja adalah calon pemimpin di masa depan, jika kualitas remaja saat ini kurang baik maka bisa dipastikan bahwa kualitas negara juga akan menurun di masa depan.
(Deltani Nuzuli Ramadhina – PKBI)