Rakornas HIV/AIDS Periode Juli – Desember 2014
21 January 2015
Audiensi Bersama Pak Ahok
23 January 2015
Show all

Siapkah Indonesia Menghadapi MEA?

Siapkah Indonesia Menghadapi MEA?
Written By : Luviana | 22 January 2015 | 08:00
KBR, Jakarta – Bagaimana sikap LSM dan organisasi masyarakat sipil di Indonesia merespon kebijakan pemerintah soal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?

Tak mudah memang memandang MEA dalam satu sisi saja. Di satu sisi, MEA mempunyai beberapa tujuan yang bisa mendorong perdagangan jasa menjadi lebih mudah diantara negara-negara anggota ASEAN.

Namun MEA juga akan mendorong persaingan tenaga kerja. Setiap negara anggota ASEAN akan membuka kesempatan bagi 8 sektor tenaga kerja seperti insinyur, arsitek, perawat, tenaga survey, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan secara terbuka. Artinya akan ada banyak orang dalam profesi ini yang akan masuk ke Indonesia dan bersaing dengan tenaga kerja Indonesia.

Eny Rofiatul dari LBH Jakarta dalam diskusi soal MEA yang diadakan Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Masyarakat ASEAN, di Jakarta Rabu (21/1)  mempertanyakan, apakah buruh-buruh di Indonesia sudah siap bersaing dengan buruh-buruh atau tenaga kerja dari negara lain?

Sedangkan sampai hari ini, buruh di Indonesia masih berjuang untuk menolak upah murah, berjuang mendapatkan BPJS dan harus melakukan aksi untuk menuntut upah kenaikan minimum.

“Masih banyak buruh dan tenaga kerja di Indonesia yang belum mendapatkan kepastian soal status ketenagakerjaan. Masih banyak yang menjadi pekerja lepas, pekerja paruh waktu, outsourching. Bagaimana mungkin harus bersaing dengan buruh atau tenaga kerja dari negara-negara lain?”  kata Eny Rofiatul.

Salah satu aktivis Pekerja Rumah Tangga (PRT) dari Jala PRT, Safitri menyatakan bahwa keputusan dalam MEA akan berdampak besar bagi nasib PRT migran atau TKI.

“Hingga hari ini kita masih memperjuangkan Rancangan Undang-Undang PRT agar menjadi Undang-Undang, jika PRT kita harus bersaing dengan PRT negara-negara lain, lalu bagaimana nasib mereka selanjutnya?”

Program Manager Hak Asasi Manusia Asean Human Right Working Group (HRWG), Daniel Awigra menyatakan bahwa yang harus didorong saat ini yaitu pertama, pemerintahan Jokowi harus membuka dokumen yang diatur dalam MEA. Dibukanya dokumen ini agar masyarakat bisa merespon soal MEA dan memberikan masukan .

Kedua, pemerintah harus menjamin adanya instrumen hukum legal untuk melindungi para buruh atau tenaga kerja di ASEAN. Usulan lain yaitu mendesak pemerintah agar memberikan road map perlindungan terhadap buruh.

“Dari sini kita bisa memastikan bahwa jika MEA ini diterapkan, maka para buruh Indonesia dilindungi haknya, tidak didiskriminasi dan mendapatkan jaminan keamanan. Dan jaminan ini tentu tidak hanya untuk buruh saja, namun perlindungan juga harus diberikan pada keluarga buruh, pada istri, suami dan anak-anak mereka. Perlindungan ini bisa berupa perlindungan kesehatan, jaminan hari tua, kesejahteraan,” ujar Daniel Awigra.

Pengamat hubungan internasional, Beginda Pakpahan mengusulkan agar sebelum MEA dijalankan pada akhir tahun 2015, harus ada kajian untuk mempersiapkan Indonesia menuju MEA.

“ Harus disiapkan dulu semuanya, misalnya saat ini Indonesia mempunyai 700 ribu insinyur, namun yang bersertifikasi baru sekitar 10 ribu insinyur. Maka penting untuk melihat apa yang belum dilakukan? Apakah pendidikannya? Apakah kesejahteraan ataukah perlu diberikan perlindungan kesehatan atau perlindungan HAM?”

Sejumlah pengamat ekonomi menyatakan bahwa pasar tunggal ASEAN akan memengaruhi lebih dari 600 juta jiwa masyarakat Asia Tenggara dan 200 juta masyarakat di Indonesia. Pasar tunggal ini juga akan berdampak dan mempengaruhi sektor perdagangan, pertanian, pekerjaan, kesehatan, perbankan, pendidikan dan sejumlah sektor lain terutama terkait liberalisasi jasa dan perdagangan.

Indonesia dan 9 negara anggota ASEAN telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan dan Asean Economic Communicty (AEC). Mereka akan mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan aliran modal yang lebih bebas. Dalam perjanjian ini akan ada pertukaran soal barang dan jasa yang melibatkan para tenaga kerja negara-negara anggota.

http://www.portalkbr.com/berita/nasional/3380351_5486.html