Jadi begini;
Gue itu orangnya paranoid. Eh, salah; paranoid ‘banget’. Inget ya, pakai ‘banget’. Hari-hari gue dihantui sama bayangan kalau gue ini sebenernya sakit parah; mulai dari kena kanker nasofaring lah, multiple sclerosis, sampai HIV. Jadilah gue sering bolak-balik ke rumah sakit cuma untuk tes; mulai dari tes darah, fungsi hati, fungsi ginjal, sampai tes kesetiaan kamu. Hmmm.
Nah dari serangkaian tes yang sering gue jalanin, ada satu jenis tes yang enggak pernah gue ambil di rumah sakit langganan: tes HIV. Alasannya sih jelas, pertama gue enggak berani, dan kedua gue enggak mau di-judge sama tenaga kesehatan di sana. Ya secara rumah sakit langganan gue tuh kayaknya super religius banget, dan gue takut mereka bakal menghakimi kalau tau sejarah aktivitas seksual gue, yang sebenernya enggak ada juga sih, haha!
Tapi semakin ditahan-tahan enggak tes, gue jadi semakin penasaran. Bibit-bibit pikiran liar mulai muncul di kepala. Akhirnya karena sudah capek dan enggak tahan sama siksaan psikologis ini, gue coba browsing tempat tes HIV yang aman dan nyaman untuk anak muda – secara gue masih muda gitu lho.
Pilihan pertama jatuh ke RS Carolus; tapi gue agak canggung karena kata teman gue, di sana cukup ramai. Selain itu, teman gue juga cerita kalau tes di Carolus itu gratis karena dapat subsidi; “jadi kalo bisa, lo cari aja tempat yang bayar selagi lo mampu, biar tes subsidi itu benar-benar jatuh ke tangan orang yang membutuhkan”. Gila, bijak banget ini orang, padahal tiap hari kerjanya nyemil chiki.
Pilihan selanjutnya jatuh ke Klinik Angsamerah. Wah kalau ada kontes Miss Universe versi klinik, Angsamerah udah pasti jadi juaranya. Tempatnya modern banget, fasilitasnya lengkap, dan pelayanannya super profesional. Sistem waiting list Klinik Angsamerah ini didesain sedemikian rupa, supaya kita gak bakal ketemu pasien lain di klinik itu. Tapi sayang, harga layanannya ternyata kurang cocok sama dompet gue yang ukurannya cuma S ini.
Akhirnya pilihan gue jatuh ke Klinik ProCare PKBI DKI Jakarta. Jadi klinik ProCare ini adalah kliniknya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) – Lembaga Swadaya Masyarakat yang sudah memperjuangkan hak-hak kesehatan reproduksi dari tahun 50-an. Karena hasil review di internet bagus banget, jadilah gue meluncur ke klinik ini. Lokasinya di Jatinegara, dan aksesnya super mudah, pas banget di belakang Puskesmas Jatinegara.
Tanpa melewatkan detil cerita yang penting, sampailah gue ke klinik ini. Agak deg-degan sih, tapi gue harus periksa status HIV gue, demi masa depan gue! Gue bukalah itu pintu. *kreeek* agak seret. Terlihat meja resepsionis dan kursi tempat tunggu pasien. Sepanjang lorong klinik terpampang poster-poster dan infografis terkait kesehatan reproduksi, jadi kalo lagi nunggu dokter dijamin gak bakal bete (tapi makin parno abis liat poster-posternya, huhu).
Gue dateng sekitar jam 10 pagi. Waktu itu hari Kamis, lagi enggak gak ada pasien lain selain gue, jadi lumayan happy. Tapi jujur, kliniknya agak serem sih karena remang-remang. Berjalanlah gue dengan langkah yang gontai ke arah mbak-mbak resepsionis yang berjilbab. Eh tiba-tiba gue kaget, karena dia menyapa gue dengan senyum hangat dan nada suara yang super friendly!
“Pagi mas, ada yang bisa dibantu?”
“Mmm.. anu kak, aku mau tes HIV”
“Oke, sebelumnya sudah pernah tes HIV?”
“Belum kak..”
“Oke, jadi kalau masnya tes, tes ini sudah satu paket dengan konseling, nanti konselor kita yang akan mendampingi mas; mas cuma mau tes HIV atau mau tes infeksi menular seksual yang lain? Kita ada paket lengkapnya lho.”
“Umm.. HIV dulu aja deh kak (berhubung lagi bokek).”
“Oke, ditunggu ya.”
Enggak sampai lima menit gue udah dipanggil ke ruangan konseling.
Konselor gue waktu itu cowok. Baik banget. Dia nanya sejarah aktivitas seksual gue TANPA MENGHAKIMI sedikitpun. Keren sih, kagum gue (ternyata emang SOP-nya kayak gitu: enggak boleh menghakimi guys). Setelah curhat panjang lebar dan gue sudah enggak ada pertanyaan lagi, mas-mas konselor ini bilang kalau apapun hasil tesnya, gue harus siap. HIV memang harus selalu dicegah dengan praktik seks yang aman, tapi ingat, penyintas HIV gak boleh kita diskriminasi, begitu katanya.
Lalu gue diarahkan ke ruangan lain untuk ambil darah.
Waktu gue ambil darah, gue ngobrol-ngobrol lagi sama susternya; dan ternyata doi juga paham banget masalah HIV. Dia cerita tentang metode penularan dan pencegahannya. Yang paling bikin gue merasa terkesan adalah, dia bilang kalau “konseling itu tujuannya bukan buat nakut-nakutin mas, tapi buat bikin orang-orang paham dan mengerti”. Gue langsung upload instastory pakai kata-kata mbaknya.
Setelah ambil darah, gue kembali duduk di ruang tunggu. Gue sempet ngobrol sama relawan-relawan muda di sana juga. Kaget banget sumpah; mulai dari staf sampai relawan, semua ramah-ramah! Enggak sampai 15 menit, hasil tes sudah keluar, dan gue kembali dipanggil ke ruang konseling.
“Sudah siap melihat hasilnya mas?”
“Sudah.”
“Apapun hasilnya harus siap. Jadi mas ingat kan kalau hasilnya positif, mas akan berbuat apa?”
“Saya akan langsung cari pengobatan mas.”
“Kalau negatif?”
“Saya akan selalu hati-hati dan mempraktikkan seks aman.”
“Oke, ini amplopnya sudah di saya, mau saya buka atau masnya yang buka?”
“Saya aja mas.”
Jadilah gue buka amplopnya, ternyata isinya kertas yang ada tulisan “coba lagi” – ya enggak lah, isinya hasil tes yang tadi. Alhamdulillah, hasilnya negatif. Cuma gue tetap harus balik lagi karena ternyata gue masih berada dalam window period. Setelah salaman dan haru-haruan sama mas konselornya, gue berjalan ke kasir.
Ternyata gue cuma harus bayar 55 ribu dong. Lima puluh lima ribu, guys! Buset, gue kira bakal kayak 200-ribuan gitu, eh cuma 55 ribu! Mbak-mbak kasirnya cuma ketawa waktu ngeliat reaksi takjub gue. Setelah menyelesaikan urusan pembayaran, guepun langsung ngojek ke Starbucks terdekat untuk menghabiskan sisa budget. Haha!
Ah ya, gue hampir lupa. Hasil tes kita bakal disimpan sama pihak klinik untuk mencegah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kebijakan kliniknya begitu. Tapi kalau kita mau foto hasil tesnya boleh, asal hati-hati aja kalau sampai ada yang kepo dan ngecekin gallery smartphone kita ya!
So that’s it! Begitulah kira-kira pengalaman gue tes HIV di Klinik Pro Care PKBI DKI Jakarta. Mudah kan pemirsa? (RAM)
———————————-
Klinik ProCare PKBI DKI Jakarta
Jalan Pisangan Baru Selatan RT 4/RW 9
Pisangan Baru, Matraman, Jakarta Timur 13110