PKBI Bekali Relawan Pendamping Korban Kekerasan Seksual
14 February 2022
Lowongan Jabatan Sebagai Direktur Eksekutif Daerah PKBI Daerah
7 March 2022
Show all

Ibu Kotjo, Penggerak Bina Anaprasa

Lily M. Soekotjo atau biasa disebut Ibu Kotjo merupakan salahsatu pelopor dalam menggerakan Program Bina Anaprasa di Daerah Jawa Timur sejak tahun 1979. Pembinaan Anak-anak Usia Pra Sekolah di Desa (Bina Anaprasa) merupakan pendidikan anak prasekolah dengan sasaran usia 4-6 tahun. Bina Anaprasa juga berupaya melakukan pembinaan kepada orang tua peserta didik khususnya di bidang Keluarga Berencana (KB), kesehatan, kebersihan lingkungan, dan peningkatan ekonomi keluarga. 

Ibu Kotjo lahir pada tanggal 19 Mei 1930 di Surabaya. Beliau berkarir sepanjang hidupnya di wilayah Jawa Timur. Ibu Kotjo menempuh Pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga kelas 5 di Europese Lagere School tahun 1937-1942. Lalu pada kelas 6 SD beliau pindah ke Sekolah Rakyat zaman Jepang. Pada saat Sekolah Menengah Pertama (SMP) beliau di Surabaya hingga kelas 2 kemudian pindah ke Malang karena adanya pendudukan tentara sekutu. Ibu Kotjo bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) Madiun hanya menempuh hingga kelas 2 karena terjadi kerusuhan Partai Komunis Indonesia (PKI) Muso. Namun beliau lanjut Sekolah Guru Atas di Christelyk Kweekschool Surabaya tahun 1949-1951.

Beliau memulai karirnya sebagai guru sekolah Latihan (Leerschool) di Pirngadi Surabaya dari 1951 hingga 1957. Kemudian menjadi Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) dan SD Young Mens Chirstian Association (YMCA) Surabaya sampai tahun 1971. Pada masa ini Ibu Kotjo mendapatkan pelatihan khusus bagi para guru/professional YMCA Institute di Hongkong. Pelatihan bertujuan agar dalam proses mendidik dan mengerjakan program harus mendasar pada Spirit-Mind-Body (dilambangkan segitiga sama sisi).

Ibu Kotjo masih berkarir di YMCA Surabaya namun kali ini sebagai Direktur Program dan Project Leader hingga 1978. Sempat juga memimpin TK-TK Petra di Surabaya. Suatu Ketika beliau  mendapatkan tawaran menjadi Sekertaris Jendral yang berlokasi di Malang namun beliau tidak ingin pindah dari Surabaya sehingga beliau mengundurkan diri. Tak berselang lama beliau mendapatkan lowongan menjadi Direktur Eksekutif Daerah (DED) PKBI Jawa Timur (Jatim). Melihat kiprah beliau di dunia pendidikan anak, dr. Haryono yang menjabat sebagai Ketua Pengurus PKBI Daerah Jatim mengadakan rapat dengan dewan penasihat dan pengurus lainnya untuk menyetujui pengangkatan Ibu Kotjo sebagai DED PKBI Jatim.

Bersamaan dengan menjabatnya Ibu Kotjo sebagai DED, PKBI Jatim saat itu sedang mengembangkan program Pendidikan untuk anak-anak desa yang di inisiasi oleh dr. Haryono (Ahli Kebidanan). Program ini terinspirasi dari kunjungan dokter ke Jepang, dimana anak-anak di desa mendapatkan Pendidikan yang layak. Dr. Haryono menilai bahwa program seperti ini menjadi sangat penting apalagi World Health Organization (WHO) menghimbau masyarakat dunia dengan kutipan “No Greater Investment than preparing the future of the child. No Greater responsibility of parents than prepare the future of the child” atau “Investasi terbesar adalah mempersiapkan masa depan anak-anak. Tanggung Jawab terbesar orangtua adalah mempersiapkan masa depan anak”. Dengan kehadiran Ibu Kotjo, PKBI Jatim semakin yakin bahwa dengan pengalaman yang dimiliki oleh Direktur baru bisa membawa inisiasi program Bina Anaprasa ke arah yang lebih baik.

Dalam wawancaranya, Ibu Kotjo mengatakan “Sebagai pionir Gerakan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, saya rasa wajar PKBI memiliki tanggung jawab moral terhadap tumbuh kembang anak peserta KB. Mereka membutuhkan program yang meyakinkan anak-anaknya akan terus berlangsung hidupnya, terjamin kesejahteraan, Kesehatan, dan pendidikannya. Saya melihat tantangan besar di masyarakat seperti mahalnya biaya sekolah TK, anggapan orangtua bahwa di TK hanya tempat bermain, hingga banyak orangtua tidak merasakan pentingnya Pendidikan pra sekolah. Padahal Pendidikan Usia Dini atau Early Childhood Care and Develompment itu sangat penting sebagai pondasi, ibarat membangun Gedung. Apalagi membangun manusia, berarti membangun peradaban. Para ahli menyebutkan usia dini sebagai usia emas pembentukan dan perkembangan anak secara optimal”.

Bina Anaprasa bermula dari melatih warga desa untuk menjadi tenaga pengasuh/pendidik anak-anak usia dini. Syaratnya warga lulusan SMP/sederajat, usia diatas 17 tahun, serta memiliki rasa kasih sayang tinggi terhadap anak-anak. Setelah mendapat pelatihan dari PKBI, para pengasuh/pendidik Bina Anaprasa mulai turun ke desa-desa mengajak orangtua agar anaknya yang berusia 4-6 tahun (Pra sekolah) dititipkan/disekolahkan di Bina Anaprasa pada pagi/siang hari selagi orangtuanya bekerja. Diawal program, anak pra sekolah lebih diajarkan untuk keterampilan dasar, cara bersosialisasi, tata krama dengan cara yang menyenangkan.

Meskipun awal mula program ini terbatas dengan anggaran, namun jiwa kerelawanan para staff dan pengurus PKBI sangat tinggi sehingga bisa terealisasikan. Bina Anaprasa pertama kali berdiri di Desa Medoka Ayu, Kec. Rungkut, Surabaya pada tanggal 5 Desember 1979.  Perjuangan mendirikan Bina Anaprasa tidaklah mudah. Ada banyak tantangan yang dihadapi, mulai dari pendekatan kepada tokoh desa seperti Kelapa Desa agar program ini dapat diterima dan didukung. Kemudian banyaknya pasangan usia muda sekitar 15 tahun yang masih belum mengerti dalam merawat anak-anak. Selain itu minimnya kepercayaan orangtua terhadap medis juga menjadi tantangan yang besar.

Pada pilot project Bina Anaprasa, selain terselenggaranya Pendidikan anak usia dini, ada pula pelatihan bagaimana menjadi orangtua setiap bulannya. Selain itu, pelatihan terkait Kesehatan Ibu dan Anak serta pentingnya Keluarga Berencana. Pilot Project berjalan dengan lancar hingga akhirnya program ini disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Sehingga semangat untuk mengembangkan program ini semakin besar. Ibu Kotjo dan timnya terus berupaya menggalang dana untuk Bina Anaprasa secara perorangan, pendekatan ke Lembaga donor hingga luar negeri.

Pada tahun 1982 setelah mendapatkan berbagai dukungan, PKBI Jatim akhirnya mendirikan Yayasan Bina Anaprasa. Fokusnya adalah pengembangan Bina Anaprasa di wilayah Jawa Timur, bukan hanya untuk prasekolah di desa namun meluas hingga ke Lembaga pondok pesantren. Ibu Kotjo sendiri terjun langsung menjadi pelatih untuk guru-guru TK Bina Anaprasa di Pondok Pesantren An-nuqayah, Guluk-Guluk, Kab. Sumenep Jawa Timur.

Perkembangan Yayasan Bina Anaprasa melesat setelah adanya Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tahun 1985 di Banjarmasin. Hasil dari Rakernas ditetapkanlah Program Bina Anaprasa menjadi Porgram Nasional sehingga Bina Anaprasa berkembang di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, DKI Jakarta dan Kalimantan Timur. Ibu Kotjo sebagai penggerak Bina Anaprasa berkeliling Indonesia untuk memberikan orientasi terkait pelaksanaan Bina Anaprasa.

Bina Anaprasa mampu memperbaiki kualitas program dengan bekerjasama berbagai institusi seperti Dinas Pendidikan, Dharma Wanita, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) hingga Puskesmas. Akhirnya pada tahun 1991 Bina Anaprasa mampu memfasilitasi tumbuh kembang bagi 900 anak usia dini dan menjangkau 3878 perempuan sebagai akseptor baru kontrasepsi.

Semakin tahun Bina Anaprasa berkembang terus diberbagai wilayah Indonesia. Pada tahun 1999 sudah tersebar 118 unit Bina Anaprasa di 10 Provinsi yaitu;

  1. 7 unit tersebar di Kabupaten wilayah Aceh
  2. 7 unit tersebar di Kabupaten wilayah Sumatra Utara
  3. 2 unit tersebar di Kabupaten wilayah Sumatra Barat
  4. 1 unit di Kabupaten wilayah Lampung
  5. 2 unit di Kabupaten wilayah Sumatra Selatan
  6. 1 unit di Kabupaten wilayah Jawa Barat
  7. 3 unit tersebar di Kabupaten wilayah Jawa Tengah
  8. 76 unit tersebar di Kota dan Kabupaten Jawa Timur
  9. 16 unit tersebar di Kabupaten Kalimantan Timur
  10. 1 unit di Kota wilayah DKI Jakarata
  11. 1 unit di Kota wilayah Kalimantan Selatan
  12. 1 unit di Kabupaten wilayah Sulawesi Tengah

Dengan berkembangnya program Bina Anaprasa, tahun 2000an mulai lahirlah inisiasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di seluruh desa dan kota yang menjadi program besar dari Kementrian Pendidikan Indonesia. Bina Anaprasa yang dimiliki PKBI pun hingga saat ini masih berjalan dan terus berkembang.

Meskipun jabatan Ibu Kotjo sebagai Direktur Eksekutif Daerah PKBI Jatim telah selesai pada tahun 1988 namun beliau terus aktif sebagai pengurus di Yayasan Bina Anaprasa hingga tahun 2001. Dengan kemundurannya dalam kepengurusan Yayasan Bina Anaprasa, beliau pindah menjadi anggota Pengurus Koalisi Indonesia Sehat. Hingga saat ini beliau juga masih menjadi pengurus PKBI Jatim dan masih berkantor di PKBI Jatim, Surabaya.

Ibu Kotjo yang sudah berusia lanjut tetap memiliki jiwa relawan PKBI yang sangat besar sehingga di masa pensiunnya beliau masih tetap aktif membantu kegiatan dan program PKBI Jatim. Misalnya dalam program AKU DAN KAMU yang kini terintegrasi dengan Bina Anaprasa, Ibu Kotjo melibatkan diri untuk mengkliping media terkait kekerasan seksual di daerah Jatim. Hasil klipingan tersebut menjadi bahan peringatan kepada guru dan orangtua akan pentingnya mencegah kekerasan seksual pada anak-anak usia dini.

Pada program Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS)/ Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Aquired Imun Deficiency Syndrom (AIDS), Ibu Kotjo juga terlibat sebagai Konselor di Klinik PKBI Jatim. Beliau juga pernah dikirim ke Puskesmas Dukuh Kupang selama 2 tahun sebagai Konselor PMS/HIV/AIDS. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Fasilitator untuk program pelatihan pencegahan PMS/HIV/AIDS kepada pengemudi bus dan truk wilayah Pantura sebanyak 200 orang.

Ibu Kotjo mendapatkan penghargaan dari Walikota Santa Cruiz, Sansfransisco “Honorary Citizen” pada tahun 1992. Kemudian penghargaan dari PKBI Pusat “Bina Dwitama” yang diserahkan langsung oleh Bapak Prof. Dr. Priyono Tjiptorahardjo tahun 2006 dan penghargaan dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) tahun 2008.

Saat ini usia beliau sudah 92 tahun namun semangatnya masih terus membara. Beliau masih mengingat betul bagaimana perjuangannya dalam mengembangkan Bina Anaprasa dan Organisasi PKBI. Banyak cerita dan pelajaran yang bisa menjadi inspirasi kita semua dalam berjuang bersama PKBI. Semangat Ibu Kotjo selaras dengan visinya PKBI yaitu mewujudkan keluarga dan masyarakat Indonesia yang bertanggung jawab dan inklusif. Terakhir dalam wawancara, Ibu Kotjo berpesan bahwa selama hidup kita harus bermanfaat untuk orang lain. Untuk bisa bermanfaat tentu kita harus menjadi pribadi yang kuat. Kuat yang dimaksud adalah kuat dari sisi fisik, mental dan sosial.