Perwakilan Presidium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA)dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Fahmi Arizal pada Diskusi dengan Jurnalis tentang “Perencanaan Keluarga dan Kehamilan : Problematika KB dan Solusinya” di Jakarta (24/10) dalam sambutannya mengatakan bahwa masyarakat harus memahami KB dalam arti yang sesungguhnya sebagai Keluarga yang Berencana, yakni keluarga yang memiliki rencana yang baik di segala aspek. Fahmi menambahkan, “Jumlah, jarak kelahiran dan masa depan anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan keluarga secara komprehensif.”
Perwakilan Presidium GKIA dari PKBI Fahmi Arizal menyampaikan sambutannya.
“Kami (GKIA) berharap bahwa isu mengenai Keluarga Berencana dapat menjangkau pada area yang lebih luas dengan pelibatan pemerintah, masyarakat, media dan juga generasi milenial,” ujar Fahmi. Forum diskusi dengan media ini merupakan inisiatif GKIA untuk bekerja bersama media dalam memperkuat dan menyebarkan kembali sebuah gagasan tentang perencanaan keluarga, yang seringkali terabaikan dari konsep pembangunan manusia.
GKIA merupakan koalisi masyarakat sipil Indonesia yang diluncurkan Juni 2010 oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) untuk berkontribusi dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang kini dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Anggota GKIA yaitu organisasi dan individu yang memiliki kesamaan tujuan dalam memperjuangkan peningkatan status kesehatan ibu, anak dan remaja di Indonesia. GKIA tunduk pada konvensi Hak Asasi Manusia, konvensi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan konvensi hak anak.
Pada diskusi yang dimoderatori oleh Dinar Pandan Sari dari SKATA dan Johns Hopkins Program for International Education in Gynecology and Obstetrics (JHPIEGO) ini GKIA juga mengenalkan SKATA sebuah aplikasi dan website yang mendukung gerakan perencanaan keluarga melalui penyediaan informasi akurat dan berbagi informasi untuk keluarga. Melalui SKATA dapat diperoleh informasi menyeluruh tentang metode kontrasepsi yang cocok, lokasi fasilitas kesehatan terdekat untuk konsultasi dan mendapatkan layanan, juga artikel-artikel terkait perencanaan keluarga.
Problematika KB
Berdasarkan survei RPJMN 2017, beberapa indikator dan target nasional belum tercapai, seperti Total Fertility Rate (TFR) yang masih di angka 2,4, prevalensi pemakaian alat kontrasepsi masih 57,6%, kebutuhan alat kontrasepsi yang tidak terpenuhi (unmet need) 17,5% dan angka kehamilan yang tidak diinginkan (KTD sebesar 10,6%. Hal tersebutlah yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama dalam mengupayakan terwujudnya kehidupan yang layak bagi manusia-manusia Indonesia di kemudian hari.
Diskusi Pertama menghadirkan narasumber Prof. Fasli Jalal dan dr. Sisca.
Diskusi sesi pertama membahas tentang perencanaan keluarga, kesejahteraan keluarga dan hubungannya dengan Sustainable Development Goals (SDGs) dengan narasumber Mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Prof. Fasli Jalal dan anggota tim http://pranikah.org yang juga Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan dr. Fransisca Handy. Pada tataran makro, KB dan perencanaan keluarga berpengaruh terhadap pencapaian target SDGs, khususnya pada poin tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan dan kesetaraan gender. Sehingga, peran keluarga sangatlah fundamental bagi setiap individu, yang membawa individu berkembang dan bertumbuh untuk menggapai mimpinya.
Prof. Fasli Jalal mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dari 68 negara dengan kondisi neonatal yang buruk. Masalah yang masih membelenggu yakni stunting, angka kematian ibu, anak dan balita yang masih tinggi. Sebenarnya ada peluang untuk menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat akan KB. Salah satunya dengan memaksimalkan peran bidan dalam pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi serta keluarga berencana. Selain itu, individu harus memahami konsep keluarga berencana dan hubungannya dengan pencapaian pembangunan negara, termasuk dalam kerangka SDGs. Pilihan-pilihan individu tentang keluarga mempengaruhi peringkat negara, salah satu nya dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sementara itu, dr. Sisca menekankan pentingnya persiapan pernikahan bagi setiap individu. Tekanan sosial (social pressure) terkait tren menikah muda dan segerakan menikah menjadi salah satu masalah, selain kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja yang belum menikah, yang berakibat dinikahkan oleh keluarganya. “Masyarakat masih memandang pernikahan itu yakni akad, pesta dan adat. Padahal hal yang penting dalam pernikahan adalah keuangan, psikologi, kesehatan dan hukum, yang kesemuanya saling berkaitan satu sama lain,” ujar dr. Sisca.
Komunikasi dan Kesetaraan
Kesiapan menikah tidak sesempit mempersiapkan akad dan pestanya. Dimensi kesiapan menikah seperti komunikasi dan kesetaraan adalah hal yang kompleks untuk dipahami dan dijalankan. Komunikasi menjadi hal penting dalam keluarga. Psikolog Keluarga, anggota tim Pra Nikah yang juga Dosen Psikologi Universitas Bina Nusantara Pinkan C.B Rumondor mendefinisikan komunikasi dalam konteks persiapan pernikahan berarti mengungkapkan apa yang dipikirkan dan mendengarkan. Seringkali aspek mendengarkan seringkali dilupakan oleh setiap pasangan. Sedangkan kesetaraan tercermin dalam kesepakatan dalam perencanaan keluarga.
Suasana diskusi sesi kedua
“Jika kita mengartikan Keluarga sebagai suatu sistem berarti komunikasi menjadi sebuah hal yang penting. Sebuah penelitian di luar negeri menemukan bahwa peningkatan komunikasi antar pasangan mempengaruhi tingkat partisipasi laki-laki dalam keluarga berencana,” tutur Pinkan.
Hal ini dikuatkan oleh Perencana Keuangan QM Financial Nurfitriavi Noeriman, yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan sesuatu yang penting dalam perencanaan keuangan keluarga. Menurutnya, uang menjadi hal yang tabu dibicarakan dalam masyarakat termasuk keluarga. Karena tidak dikomunikasikan, jadinya selalu “bocor”. Padahal dalam sebuah perencanaan keluarga, pondasi keuangan harus kuat. Pola konsumtif di kalangan generasi muda yang membuat kelimpungan ketika akan mempersiapkan masa depan melalui perencanaan keuangan. Jika keuangan tidak sehat, akan berpengaruh ke hal-hal yang lainnya, kemudian akan mempengaruhi masa depan.
Komunikasi dan kesetaraan juga penting dalam keputusan memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Untuk itu, mitos dan gosip tentang kontrasepsi di masyarakat harus diluruskan. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan dan Dokter RS Siloam dr Dyana Safitri dan dr Irfan Riswan dari JHPIEGO sebagai narasumber menekankan bahwa informasi tentang KB dan kontrasepsi haruslah dicerna dengan memilih mana informasi yang akurat. Sementara itu, kehamilan yang direncanakan berbanding lurus dengan kehamilan sehat (ibu dan bayi sehat). Untuk itu, pemilihan metode kontrasepsi yang digunakan paska persalinan perlu dipertimbangkan dan dinegosiasikan bersama-sama dengan pasangan. Ini akan berpengaruh pada upaya untuk mewujudkan keluarga sejahtera. (RAS)