Diskusi Terfokus Ahli: Carut Marut Kebijakan terkait Aborsi Aman
20 December 2019
Kerentanan Perempuan terhadap Kekerasan di Ruang Publik Maupun Ruang Privat
13 January 2020
Show all

Kasus Reynhard Sinaga: Fokus Pada Kekerasan Seksualnya!

Rilis Pers Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks)

 

Baru-baru ini beredar pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga (36 tahun), mahasiswa doktorat Indonesia yang berkuliah di Inggris, yang didakwa atas 159 serangan secara seksual termasuk di dalamnya 136 perkosaan, 8 percobaan perkosaan, 15 pencabulan (indecent assault) terhadap 48 orang laki-laki (Daily Mail UK, Marsden and Shears, 6 Januari 2020). Terhadap Reynhard Sinaga, Pengadilan Manchester menjatuhi hukuman minimum 30 tahun penjara.

 

Maraknya pemberitaan berkaitan dengan Reynhard Sinaga menjadi ramai diperbincangkan melalui media sosial maupun media online. Adapun terdapat miskonsepsi dan disinformasi yang tidak berkaitan dengan kasus kekerasan seksual yang terjadi dan menimbulkan stigma baru terhadap kelompok-kelompok tertentu berdasarkan latar belakang pelaku. Menjawab miskonsepsi dan disinformasi itu, kami dengan ini menjelaskan bahwa:

 

  1. Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) mendukung setiap upaya kepolisian dan pengadilan Inggris dalam rangka penegakan hukum kasus kekerasan seksual apapun jenis kelamin, orientasi seksual, dan identitas gender pelaku maupun korban.

 

Kekerasan seksual bisa dilakukan oleh dan kepada siapapun tanpa memandang kelas, tingkat pendidikan, agama, umur, jenis kelamin, dan orientasi seksual. Kekerasan seksual berupa perkosaan, percobaan perkosaan, pencabulan, dan serangan seksual lainnya yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga merupakan suatu bentuk kekejian dan tindak kriminal. Kami mendukung hukuman berat terhadap Reynhard setimpal dengan perbuatannya.

 

Berdasarkan Naskah Akdemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU KS) disebutkan bahwa Kekerasan Seksual merupakan:

 

“setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan terhadap secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.”

 

Sedangkan menyangkut orientasi seksual, Arus Pelangi mengeluarkan Modul Pendidikan Dasar SOGIESC yang menyebutkan bahwa orientasi seksual merupakan ketertarikan manusia terhadap manusia lain yang melibatkan emosi, romantis, dan/atau seksual. Ketertarikan manusia baik emosi, romantis, dan/atau seksual ini haruslah melibatkan persetujuan (consent) yang sebelumnya sudah mendapatkan pemahaman informasi (fully informed) untuk menjalin relasi ataupun hubungan seksual.

 

 

Menyalahkan orientasi seksual untuk tindakan kriminal seseorang adalah suatu upaya membelokkan isu kekerasan seksual ini menjadi suatu kebencian terhadap kelompok rentan LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender).

 

  1. Pemberitaan media di Indonesia sebaiknya berfokus pada penanganan, pencegahan, dan pemulihan untuk korban kekerasan seksual di Indonesia.

 

Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku dalam kasus ini yaitu menggunakan kesempatan korban yang tidak sadarkan diri karena mabuk alkohol untuk melakukan tindak kriminalnya. Seharusnya narasi media di Indonesia adalah mengenai hubungan seks di saat tidak berdaya. Selain itu, mengingat bahwa pemahaman masyarakat Indonesia mengenai sexual consent atau persetujuan seksual belumlah merata, kami mendorong untuk dapat disahkannya RUU KS, agar masyarakat dapat memahami setiap kekerasan seksual yang terjadi.

 

  1. Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) mendorong dibentuknya layanan pengaduan kekerasan seksual dan disahkannya RUU KS oleh DPR RI sebagai perangkat hukum yang mencegah dan menangani kekerasan seksual serta memberikan pemulihan pada korban.

 

Patut untuk dicontoh dari Universitas Manchester, tempat pelaku mengambil gelar S2-nya di Inggris, adalah adanya layanan pengaduan melalui telepon yang menawarkan dukungan untuk korban kekerasan seksual ataupun bagi mereka yang terdampak. Selain itu juga, setiap civitas academia yang merasa telah menjadi korban dari Reynhard Sinaga dapat melaporkan kasusnya melalui layanan pengaduan tersebut. Sedangkan di Indonesia sendiri, kekerasan seksual yang lebih banyak terjadi kepada perempuan dalam lingkungan kampus, seperti kasus Agni di UGM ataupun kasus SS di UI, saat ini masih mandek sampai pengadilan.

 

Kasus Reynhard Sinaga yang terjadi di Inggris dapat menemui titik terang dikarenakan adanya hukum yang mengakomodir penanganan kasus kekerasan seksual. Sedangkan di Indonesia, pemberitaan di media mengenai kasus kekerasan seksual pada umumnya cenderung menyalahkan korban (victim blaming), intimidasi, sampai dengan impunitas pelaku.

 

Berdasarkan data Komnas Perempuan dalam Catatan Akhir Tahun 2019, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia mencapai 406.178 kasus di tahun 2018, meningkat 14% dari tahun sebelumnya (348.446 kasus). Jumlah tersebut kian meningkat dikarenakan adanya kekosongan hukum atas penanganan kekerasan seksual. Seharusnya kasus Reynhard Sinaga dapat menjadi pembelajaran, dan data Komnas Perempuan ini dapat mendorong pengesahan RUU KS yang berfokus pada penanganan kasus kekerasan seksual dan pemulihan korban tanpa kesat-kesat biner.

 

 

 

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.

 

 

 

 

Jakarta, 7 Januari 2020

 

Koalisi Organisasi Masyarakat

 

Sipil Anti Kekerasan Seksual

 

(Kompaks)

 

 

 

Organisasi yang mendukung pernyataan dan bagian dari Kompaks yaitu:

 

1. YLBHI 9. Sanggar Swara
2. SGRC Indonesia 10. SEJUK
3. LBH Jakarta 11. LBH Pers
4. LBH Masyarakat 12. KontraS
5. Arus Pelangi 13. HRWG
6. PKBI 14. PurpleCode Collective
7. YPII 15. LBH Apik Jakarta
8. STFT Jakarta 16. ICJR

 

 

 

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

 

  • Ricky Gunawan 081210677667 (LBH Masyarakat)

 

  • Riska Carolina 081289886442 – Hanya Whatsapp (SGRC Indonesia)

 

  • Ryan Korrbari 082135611431 – (Arus Pelangi)