KBR, Jakarta – Tingginya angka HIV/AIDS yang terjadi pada ibu rumah tangga di Indonesia, seharusnya menjadi konsentrasi pemerintahan Jokowi-JK.
Dari banyaknya Orang yang terkena HIV/AIDS di Indonesia, ibu rumah tangga menempati tempat teratas. Jumlahnya mencapai 6539 di tahun 2014. Data ini dikumpulkan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di tahun 2007-2014. Jumlah ibu rumah tangga yang terpapar HIV/AIDS ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah sopir truk, pekerja seks komersial maupun sektor pekerja.
Direktur PKBI, Inang Winarso menyatakan, jumlah ibu rumah tangga yang paling banyak terpapar HIV/AIDS ini telah meruntuhkan mitos selama ini yang menyatakan bahwa orang yang bekerja di luar rumahlah yang paling banyak terkena HIV/AIDS.
“Selama ini ada mitos bahwa sopir truk atau Pekerja seks komersil yang paling banyak terkena HIV/AIDS, namun ternyata yang banyak terpapar adalah ibu-ibu rumah tangga,” ujar Inang dalam laporan awal tahunnya, Kamis (15/1).
Menurut Inang hal ini semakin menunjukkan bahwa penularan HIV/AIDS saat ini tidak lagi menular di luar rumah, namun terjadi di dalam rumah. Tingginya angka paparan terhadap ibu rumah tangga ini mengindikasikan banyaknya pasangan laki-laki yang kemudian menjadi penular HIV/AIDS.
“Penularan HIV/AIDS terbesar di Indonesia saat ini ternyata terjadi di dalam rumah, di dalam kamar-kamar kita. Ibu rumah tangga yang terpapar HIV/AIDS ini selain ditulari, harus menanggung pula diskriminasi karena mereka sering dicap sebagai perempuan nakal,” ujar Inang Winarso.
Maka menurut Inang, penting untuk pemerintahan Jokowi-JK untuk menjadikan ini sebagai priorotas isu di tahun ini.
Angka Kematian Ibu Melahirkan
Selain HIV/AIDS, kasus angka kematian ibu melahirkan (AKI) yang masih tinggi di Indonesia seharusnya juga menjadi konsentrasi kedua pemerintah Jokowi di bidang kesehatan. Target Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia di tahun 2015 yaitu 102 kematian perseratus ribu kelahiran hidup. Namun hingga akhir tahun 2014, angka kematian ibu masih mencapai: 359 perseratus ribu kelahiran.
PKBI mendesak pemerintah untuk menjadikan AKI sebagai prioritas isu. Jika tidak, maka target Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) di Indonesia soal penurunan AKI tidak akan tercapai.
“Isu kesehatan reproduksi selalu dikalahkan oleh isu-isu politik, isu hukum dan ekonomi. Seharusnya pemerintah memperhatikan AKI sebagai prioritas kasus yang harus diselesaikan,” ujarnya.
Inang menyatakan jika pemerintah serius, maka Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mendatang untuk bidang kesehatan harusnya ditambah. Selama ini porsi dana untuk kesehatan hanya sekitar 3 persen dari dana APBN, padahal jumlah ini untuk mengurus program kesehatan masyarakat secara umum. Jika ada tambahan anggaran 2 persen saja tiap tahunnya, maka alokasinya bisa diberikan pada penurunan AKI atau persoalan perempuan dan kesehatan reproduksi.
Editor: Anto Sidharta