Jakarta, 7 Juli 2017. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta terkait bantuan hukum dan penanganan kasus-kasus kesehatan seksual dan reproduksi. Kerja sama ini juga melibatkan PKBI Pusat dan PKBI Daerah DKI Jakarta. Penandatanganan MoU dilakukan oleh Wakil Direktur Eksekutif PKBI Rr. Satyawanti dan Direktur LBH APIK Jakarta Veni Oktarini Siregar di Wisma PKBI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (20/6).
Kerja sama ini dilakukan salah satunya untuk memperkuat upaya rujukan layanan dan advokasi penanganan kasus dalam pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Selain itu, juga bertujuan untuk memberikan pendampingan dan bantuan hukum apabila PKBI dalam menjalankan layanan dan advokasi kesehatan seksual dan reproduksi mengalami kasus hukum. PKBI juga akan menjadi rujukan bagi klien LBH APIK Jakarta yang membutuhkan penanganan dan pemeriksaan kesehatan seksual dan reproduksi.
Dalam MoU juga mencantumkan bahwa PKBI dan LBH APIK Jakarta sepakat untuk bersama menjalankan kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa pelatihan dan pengembangan paralegal di lingkungan kerja PKBI wilayah jangkauan JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Sebelumnya, PKBI sudah menandatangani MoU dengan LBH APIK di tiga wilayah, yakni Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat.
Saat ini PKBI memiliki 21 klinik yang aktif memberikan layanan kesehatan seksual dan reproduksi secara komprehensif dan non diskriminatif, termasuk konseling dan layanan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mandat UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. PKBI memberikan layanan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan perempuan dari segala risiko reproduksi, serta menurunkan kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh layanan aborsi yang tidak aman.
Harapan ke depannya, langkah kerja sama ini bisa diikuti oleh PKBI di Daerah, yaitu dengan melakukan MoU dengan LBH di daerahnya masing-masing, agar mekanisme penanganan kasus dapat berjalan lebih optimal.