Oleh: Arief Rahadian
Lahirnya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957 tidak dapat dilepaskan dari peran Dr. R. Soeharto, penggiat gerakan Keluarga Berencana (KB) sekaligus sahabat dan dokter pribadi Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno.
Pasca kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, kehamilan dicitrakan sebagai sesuatu yang sakral – sebuah tugas mulia bagi para perempuan yang kelak akan melahirkan generasi penerus bangsa. Bagi bangsa yang baru saja merdeka, pilihan untuk hamil merupakan pilihan yang sangat rasional. Meningkatnya angka pertumbuhan penduduk berdampak pada meningkatnya jumlah tenaga kerja manusia potensial, yang pastinya sangat dibutuhkan oleh sebuah negara. Selain itu, kehamilan juga dapat dimaknai sebagai simbol kebebasan; kondisi negara yang telah merdeka tidak lagi membuat pasangan suami-istri takut untuk memiliki anak.
Akan tetapi, tingginya angka kehamilan dan melahirkan pada masa itu tidak selalu membawa kisah bahagia. Bersamaan dengan meningkatnya angka kehamilan dan melahirkan, angka kematian ibu dan bayi baru lahir juga turut melonjak. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti ketiadaan akses terhadap fasilitas kesehatan bagi ibu dan bayi, serta minimnya pengetahuan kesehatan masyarakat.
Berangkat dari permasalahan tersebut, pada tahun 1953 sekelompok masyarakat sipil dari berbagai golongan – khususnya pekerja kesehatan – berkumpul dan mulai menginisiasi program KB. Perkumpulan yang kemudian berkembang menjadi PKBI ini diprakarsai oleh Dr. R. Soeharto, penggiat kesehatan sekaligus dokter pribadi Presiden Republik Indonesia kala itu, Ir. Soekarno. Sebelum itu, Dr. Soeharto merupakan salah satu tokoh bangsa yang menggagas berdirinya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 24 Oktober 1950.
Dokter dengan paras wajah menyejukkan itu lahir pada tahun 1908. Beliau menikah dengan seorang penulis sekaligus guru bernama Sinta Kaliente Tedjasukmana. Semasa hidupnya, Dr. Soeharto memiliki kedekatan yang spesial dengan Bung Karno – yang biasa Ia panggil ‘Mas Karno’. Dr. Soeharto telah menjadi dokter pribadi Bung Karno dan Bung Hatta sejak tahun 1942. Kedekatannya dengan pusaran kekuasaan membuat Dr. Soeharto menjadi saksi hidup dari berbagai peristiwa penting yang secara langsung memengaruhi kondisi bangsa.
Sepanjang hidupnya, Dr. Soeharto pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Kepala Bappenas di Kabinet Soekarno. Beliau juga merupakan salah satu pendiri bank pertama di Indonesia, Bank Negara Indonesia (BNI), sekaligus turut andil dalam pembangunan kawasan Sarinah Thamrin Jakarta, dan Hotel Indonesia. Pada masa awal kemerdekaan, Dr. Soeharto berperan sebagai bendahara yang mengelola dana penyelenggaraan pemerintahan, karena pada masa itu, lembaga-lembaga negara belum sepenuhnya fungsional.
Dr. Soeharto juga kerap mendampingi Bung Karno dalam kunjungan-kunjungan politik, seperti kunjungan ke Dalat untuk mempersiapkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Selain itu, rumah sekaligus tempat praktik beliau di Jalan Kramat Raya No.128 pernah digunakan oleh Bung Karno dan Tan Malaka untuk mendiskusikan testamen pelimpahan kekuasaan. Namun agaknya kisah yang paling berkesan antara beliau dan Bung Karno adalah cerita ketika beliau menemani Bung Karno untuk melamar Rahmi, (calon) istri Bung Hatta.
Pada suatu malam di Bandung, ketika jarum jam sudah menunjuk angka 11, Bung Karno mengajak sahabatnya, Dr. Soeharto, untuk bertamu ke rumah keluarga Abdul Rahim. Dr. Soeharto yang bingung bertanya, apakah ini waktu yang tepat untuk bertamu. Bung Karno menyatakan dengan yakin bahwa ini adalah waktu yang tepat, karena kedatangannya ke rumah keluarga Rahim adalah untuk melamar Rahmi sebagai istri Bung Hatta. Meskipun Dr. Soeharto dan Bung Karno sempat menerima ‘omelan’ dari Ibu Rahim, niat baik mereka terbayarkan dan akhirnya Bung Hatta sukses meminang Rahmi.
Sebagai seorang penggiat KB, Dr. Soeharto memiliki jasa yang sangat besar terhadap perkembangan program KB di Indonesia. Diskusi beliau dengan anggota Field Service International Planned Parenthood Federation (IPPF), Mrs. Dorothy Brush, dan direktur Margaret Sanger Research Institute New York, Dr. Abraham Stone, menjadi tonggak bagi berdirinya PKBI pada tanggal 23 Desember 1957. Selain berperan sebagai pelopor, beliau juga menjabat sebagai ketua PKBI pertama.
Dr. Soeharto meninggal pada tahun 2000. Beliau memiliki enam orang anak dari perkawinannya dengan Ibu Sinta Kaliente. Keenam anaknya kini turut berkontribusi terhadap bangsa lewat berbagai cara; seperti Ibu Dewi Kamaratih yang memilih untuk menjadi lawyer dan Ibu Dewi Arimbi yang menjadi pengusaha properti terkenal. Kisah Dr. Soeharto agaknya menegaskan bahwa seseorang memiliki kapasitas yang tidak terbatas untuk berkontribusi bagi kemanusiaan, seperti Dr. Soeharto yang selain menjadi dokter dan penggiat KB, turut berperan dalam upaya-upaya merebut, dan mempertahankan kedaulatan bangsa.
Referensi:
http://majalahpeluang.com/rezeki-dari-properti/
https://www.wikitree.com/wiki/Rachim-1
http://www.bukusejarah.com/buku.php?itemsid=122
https://lifestyle.kompas.com/read/2011/03/28/1023322/dewi.kamaratih.motivasi.ibu.bekerja