Vacancy : Executive Director IPPA
6 April 2017
Kaum Transgender Pun Dapat Pelayanan yang Sama
6 April 2017
Show all

Keterlibatan Remaja untuk Turunkan Angka Kehamilan dan Kelahiran Usia 15-19 Tahun

Jakarta, 3 April 2017. Perwakilan muda mudi dari 25 Provinsi dengan berbagai latar belakang organisasi di Indonesia berkumpul dalam Temu Nasional Remaja Indonesia 2017, untuk berdiskusi merumuskan rekomendasi penurunan angka kehamilan dan kelahiran pada remaja, Yogyakarta 22-23 Maret 2017.

Acara ini menjadi wadah untuk memberikan aspirasi dan kontribusi remaja dalam menurunakan ASFR (Age Specific Fertility Rate) perempuan usia 15-19 tahun dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) poin 3.7.2 terkait angka kelahiran remaja usia 10-14; usia 15-19 tahun per 1.000 perempuan dalam kelompok usia tersebut.

Masih adanya perempuan usia 15-19 tahun yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan melahirkan merupakan dampak dari adanya perilaku seksual berisiko dalam status pernikahan ataupun di luar pernikahan. Menurut studi kualitatif yang dilakukan oleh  Pusat Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM), 2017, sebagian besar remaja perempuan muda belum menikah yang mengalami KTD akan memilih untuk : (1) Menikah, (2) Kabur dari Rumah dan (3) Aborsi.

Berselang sehari dari Temu Nasional Remaja Indonesia, berdasarkan berita jawapos.com pada (24/3) di Kulonprogo terjadi kasus pembunuhan terhadap RA (20), mahasiswi semester 4 asal Bantul oleh pacarnya, karena menuntut pertanggungjawaban atas kehamilannya. Sejak dua bulan masa kehamilannya, RA menuntut pacarnya untuk menikahinya atau menggugurkan kandungannya. Setelah tidak direstui oleh orang tua RA, ia menuntut pacarnya untuk mencari orang yang bisa menggugurkan kandungannya. Hal ini semakin menunjukkan bahwa dampak yang lebih buruk dapat mengancam perempuan belum menikah (unmarried) yang mengalami KTD.

Dampak yang lebih buruk pada aspek fisik, psikis, maupun sosial yang dialami RA, bisa saja dialami oleh perempuan muda yang lain. Maka dari itu, diperlukan adanya upaya yang komprehensif untuk membantu perempuan remaja terhindar dari perilaku seks berisiko, infeksi menular seksual & HIV-AIDS, KTD, perkawinan anak, bahkan aborsi yang tidak aman. Ini dilakukan agar terwujudnya kondisi yang menjamin Kehidupan yang sehat dan sejahtera bagi semua penduduk dalam segala usia.

Temu Remaja Nasional 2017, membahas beberapa poin penting terkait dengan upaya penurunan angka kehamilan dan kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun. Dialog interaktif yang disertai dengan forum tanya jawab menjadi kegiatan utama. Sebagai pembicara, Laurike Moeliono (Konsultan John Hopkins Center for Communication Programs) membahas hasil kajian kuantitatif kehamilan dan kelahiran pada remaja. Isaac Tri Octaviari (Universitas Gajah Mada) memaparkan hasil kajian kualitatif kehamilan dan kelahiran pada remaja. Robert Blum (John Hopkins Center for Communication Programs) membahas tren global dalam pengembangan program kesehatan reproduksi remaja. Muh. Auzan Huq (GenRe) berbicara tentang pemenuhan hak Remaja untuk mendapatkan informasi, konseling dan pelayanan dalam upaya penurunan angka kehamilan dan kelahiran.

Kegiatan kedua yaitu plenary session berupa dialog interaktif bersama Melinda Gates. Hal yang menjadi fokus utama dalam diskusi ini, Melinda Gates percaya bahwa pemberian akses keluarga berencana kepada perempuan merupakan bagian dari upaya pemberdayaan kelompok perempuan untuk mendapatkan kesempatan terbaik akan masa depannya yang lebih sehat. Selain itu juga akan memperluas kesempatan mereka untuk mencapai potensi terbaiknya.

Ni Luh Eka Purni Astiti (Koordinator Youth Center PKBI Bali) yang menjadi salah satu pembicara dalam plenary session dialog interaktif dengan Melinda Gates mengajukan pertanyaan kepada Melinda terkait dengan pemberian CSE (Comprehensive Sexuality Education) untuk early adolescent. Melinda memberikan tanggapan bahwa sangat penting untuk mengetahui kespro dan seksualitas dari remaja awal, tentunya dengan perbedaan materi yang sesuai dengan perkembangan remaja itu sendiri berdasarkan range umur tertentu.

Selain itu, pemberian CSE juga merupakan salah satu upaya mencegah perilaku berisiko. Eka mengungkapkan bahwa upaya memperkuat kapasitas remaja melalui strategi pemberdayaan menjadi hal yang sangat penting dilakukan,  agar remaja tersebut dapat mengambil suatu keputusan yang tepat terkait dengan kesehatan reproduksinya berdasarkan informasi yang tepat (informed choice).

Berikutnya, merupakan kegiatan terpenting yaitu diskusi kelompok yang terfokus kepada 3 isu utama, pertama, kebijakan yang mendukung pemberian layanan informasi, konseling dan kesehatan remaja. Kedua, upaya pemberian layanan informasi dan konseling yang komprehensif yang mudah diakses dan bersifat inklusif. Ketiga, sikap, perilaku, dan akses remaja terhadap layanan kesehatan reproduksi.

Temu Nasional Remaja Indonesia ini menghasilkan 28 rekomendasi yang ditunjukan kepada seluruh pihak baik lembaga pemerintah, maupun non-pemerintah untuk bersama-sama bersinergi dalam upaya menurunkan angka kehamilan dan kelahiran pada perempuan muda usia 15-19 tahun. Ke-28 rekomendasi tersebut berisikan mengenai 3 aspek rekomendasi yaitu terkait dengan: (1) peraturan, perundangan, kebijakan, koordinasi, dan pendanaan, (2) penjangkauan remaja 10-19 tahun secara inklusif dan (3) penjangkauan terhadap remaja yang menikah dan belum menikah yang berisiko terhadap KTD.

 

Penulis : Alam Setia Bakti

Penyunting : Ryan A. Syakur