Informasi PKBI : Operasi Bibir Sumbing di RS PKBI Kaltim
8 September 2015
Kliping Media:Hukuman Kawin Paksa Bg Pelaku Asusila Bukan Gertak Sambal
14 September 2015
Show all

Informasi PKBI : Pernyataan Sikap PKBI Jabar thdp wacana Pemda Purwakarta

PERNYATAAN SIKAP PKBI JAWA BARAT
TERHADAP WACANA HUKUMAN KAWIN PAKSA REMAJA
DALAM RENCANA PERATURAN DESA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

Bandung, 10 September 2015 – Seperti yang dikutip dari Tempo.co Selasa, 1 September 2015, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan “ancaman kawin paksa buat para remaja yang belum pulang Wakuncar di atas jam yang ditentukan itu bukan sekadar gertak sambal. Kebijakan itu bakal diterapkan di semua desa dan kelurahan secara serempak mulai September 2015. Tujuannya agar tidak terjadi kasus-kasus asusila yang merusak akhlak para remaja sekaligus menjaga kehormatan para orang tua pihak perempuan. Selain itu, kebijakan tersebut juga sebagai respons dari kekhawatiran para orang tua, karena cukup banyak kasus remaja yang hamil di luar nikah. Kami ingin mewujudkan Purwakarta yang lebih berbudaya.”
Kata “kawin paksa“ yang digunakan untuk memberikan hukuman bagi remaja yang berpacaran karena melebihi batas waktu yang ditentukan bukanlah suatu solusi, malah menambah masalah baru bagi remaja. Kata “paksa” berarti merampas hak remaja untuk menentukan sebuah pilihan. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang bergerak dalam pelayanan dan advokasi isu kesehatan seksual dan reproduksi sejak tahun 1957 sangat peka terhadap kebutuhan remaja. PKBI juga melibatkan remaja dalam advokasi berbagai kebijakan, untuk mewujudkan lingkungan yang ramah remaja.
Maka dari itu menanggapi wacana hukuman kawin paksa Bupati Purwakarta, PKBI Jawa Barat menyatakan menolak wacana hukuman kawin paksa terhadap remaja dalam rencana Peraturan Desa yang diusulkan oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang berisikan hukuman kawin paksa pasangan remaja yang belum menikah dan berpacaran di atas jam 9 malam, dengan alasan :
1. Perkawinan adalah bukan suatu hal sederhana, sehingga harus dipersiapkan secara matang dengan penuh perencanaan. Pilihan keputusan untuk menikah harus didasarkan atas pilihan yang sadar bukan atas dasar keterpaksaan apalagi sebagai bentuk hukuman.
2. Pemberian sanksi semacam itu tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi justru akan menimbulkan persoalan baru. Ketidaksiapan remaja secara ekonomi, mental dan sosial serta kematangan organ reproduksi, khususnya organ perempuan, akan menghadirkan segudang persoalan. Berbagai persoalan tersebut di antaranya putus sekolah atau ketidaktuntasan belajar, perceraian muda, bahkan dimungkinkan memberikan kontribusi besar bagi tingginya angka kematian ibu karena hamil terlalu muda.
3. Pemerintah Daerah Purwakarta berkewajiban melindungi remaja melalui kebijakan yang ramah remaja bukan malah menghukum kawin paksa yang semakin menjerumuskan dan menghancurkan masa depan remaja.
4. Pemerintah dan Dinas terkait berkewajiban memberikan informasi kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif untuk orang tua dan remaja serta memberikan kemudahan kepada remaja untuk mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi.