PKBI Desak MK Putuskan Usia Minimal Perkawinan 18 Tahun
“Jika MK peduli masa depan anak Indonesia, MK harus mengabulkan JR kenaikan usia perkawinan ini.”
Jakarta, 17 Juni 2015
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengabulkan putusan kenaikan batas usia perkawinan dari 16 menjadi 18 tahun. Hal tersebut yang diharapkan PKBI menjadi putusan akhir MK terhadap judicial review batas usia perkawinan dalam UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan terhadap UUD 1945.
Desakan itu dilakukan berdasarkan informasi bahwa MK menetapkan jadwal pembacaan putusan permohonan tentang batas usia bagi anak perempuan dalam UU Perkawinan pada Sidang Terbuka di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis, 18 Juni 2015 pukul 13.00 WIB.
Sebelumnya PKBI menjadi pihak terkait dalam perkara nomor 30/PUU-XII/2014 untuk judicial review pasal 7 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 tentang batas usia minimum 16 tahun bagi perempuan dalam UU perkawinan yang diajukan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP). PKBI menolak batas usia minimum perempuan yang tercantum dalam UU tersebut karena usia 16 tahun masih tergolong usia anak. “Perkawinan anak merampas hak anak perempuan untuk tumbuh, berkembang dan berkarya meraih cita citanya. Berlakunya UU tersebut berarti Negara turut melegalkan perilaku pedofilia, ini bertentangan dengan konstitusi,” ujar Wakil Ketua PKBI Atashendartini Habsjah.
“Jika MK peduli masa depan anak Indonesia, MK harus mengabulkan JR kenaikan usia perkawinan ini,” tutur Atashendartini.
Atashendartini mengatakan perkawinan pada usia anak banyak merugikan kaum perempuan. Usia anak belum siap menjalani perkawinan sehingga rentan terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga, perceraian bahkan kematian akibat melahirkan di usia dini.
Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 bahwa angka kematian ibu di Indonesia meningkat dari lima tahun sebelumnya, dari 228 orang per 100.000 persalinan menjadi 359 orang per 100.000. Terjadi peningkatan hampir 200% dari 9000 orang kematian ibu menjadi hampir 18.000 orang kematian.
“Perkawinan anak menempatkan anak dalam bahaya yang berujung kematian akibat kehamilan di usia muda,” kata dr. Sarsanto W. Sarwono, SpOG, Ketua Pengurus Nasional PKBI.
Sarsanto menambahkan, perkawinan anak juga sangat berpotensi melestarikan kemiskinan. Perkawinan anak juga menyebabkan putus sekolah, sementara anak juga harus menghidupi keluarganya. Akhirnya dipaksa untuk bekerja sejak dini. Ini juga bentuk ekploitasi anak secara ekonomi.
*Tentang Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)*
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) merupakan sebuah organisasi gerakan yang didirikan pada tahun 1957. PKBI mempelopori gerakan Keluarga Berencana di Indonesia. Pada tahun 1970-an, PKBI juga mempelopori sebuah gerakan bersama remaja yang disebut dengan Gerakan Remaja Bertanggung Jawab (GRBJ). Gerakan ini difokuskan untuk membangun kesadaran dan kemampuan remaja dalam membuat keputusan yang terbaik bagi dirinya, termasuk keputusan untuk berkeluarga. Hingga saat ini PKBI memiliki kantor daerah di 27 Provinsi di Indonesia dan terus memperjuangkan hak warga negara untuk terpenuhinya hak kesehatan secara menyeluruh termasuk kesehatan seksual dan reproduksi.
Jl. Hang Jebat III/F3, Kebayoran Baru-Jakarta Selatan
(021-7207372)
(www.pkbi.or.id)
Informasi Lebih Lanjut dapat menghubungi :
Devi : 081901015065
Frenia : 08158320406