Pengalaman Tes HIV di Klinik ProCare PKBI DKI Jakarta
31 May 2018
Idul Fitri dan Spiritualitas Baru
18 June 2018
Show all

Via Vallen dan Kejahatan Seksual dalam Bentuk Tekstual di Media Sosial

Oleh: Muhemi*

Minggu ini, perbincangan dunia maya diramaikan oleh kasus direct message (DM) Instagram berbau mesum yang menimpa penyanyi muda Via Vallen. Berdasarkan screenshot yang diunggah Via Vallen di Instagram, pesan itu berbunyi “I want u sign for me in my bedroom, wearing sexy clothes.”

Meskipun Via Vallen tidak menyebutkan siapa nama atau inisial, namun menyatakan bahwa pengirimnya adalah seorang pemain sepak bola terkenal di Indonesia. Sontak kasus pesan mesum pemain sepak bola tersebut terhadap Via Vallen dengan cepat meluas (viral) melintasi berbagai platform media sosial. Akun Instagram pemain sepak bola itu langsung dihujani beragam komentar dari warganet.

Dukungan untuk Via Vallen muncul dengan tagar #SaveViaVallen dan #SayaJuga berupa ajakan untuk speak up atas kasus pelecehan seksual yang didukung sejumlah artis dan selebritis Indonesia. Namun ada pula artis yang menganggap “lebay” atas apa yang dilakukan oleh Via Vallen.

Peristiwa pelecehan ini menimbulkan perang wacana antar warganet di media sosial. Perang wacana antara pendukung dan penghujat tersebut bukan hanya melibatkan para penggemar masing-masing, tapi juga melibatkan artis, figur publik dan juga media. Aksi saling dukung dan hujat ini akhirnya terjadi dengan sangat masif.

Pemberitaan Media

Percakapan antara Via Vallen dan pemain sepak bola itu memang terjadi dalam ranah komunikasi antar pribadi. Namun ketika komunikasi antar pribadi tersebut diunggah melalui melalui media sosial, maka peristiwa percakapan yang berbau mesum itu kemudian berubah menjadi komunikasi massa dan menjadi wacana publik.

Kita bisa menyimak bagaimana cara dan sudat pandang media memberitakan kasus pelecehan ini. CNN Indonesia memberitakan kasus ini mengangkat pernyataan dari Direktur Utama Persija Gede Widiade seperti dikutip dari www.cnn.indonesia.com, “Semoga para pihak yang memperoleh keuntungan dari berita tersebut mengerti, MS seorang pemain sepak bola, temannya (Via Vallen) juga seorang profesional di bidangnya. Apabila berita tersebut berkepanjangan juga tidak ada bagusnya,” kata Gede di sela-sela buka bersama The Jakmania di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (6/6).”

Dalam pemberitaan tersebut, kita bisa menilai CNN memilih judul yang netral, sementara Gede Widiade sebagai orang yang diberitakan, meskipun berusaha netral namun justru menggeser fokus persoalan dari peristiwa “pelecehan” menjadi “pihak-pihak yang memperoleh keuntungan” dari kasus tersebut.

Liputan6.com menampilkan judul “Via Vallen Pernah Dangdutan Bareng MS”. Judul ini seolah merupakan klarifikasi atas unggahan Via Vallen di Instagram yang berbunyi “Nggak kenal dan nggak pernah ketemu tiba-tiba nge DM dan ngirim text gambar kayak gini.” Dalam isi beritanya, Liputan6.com juga menegaskan, “Namun pernyataan Via Vallen pun terpatahkan oleh unggahan warganet yang menunjukkan Via bertemu dengan MS di atas panggung Indosiar.”

Liputan6.com seperti mengalihkan fokus peristiwa “pelecehan” dengan fakta bahwa Via Vallen pernah bertemu dan joget bareng dengan pemain sepak bola itu di atas panggung Indosiar.

Sementara Tempo.co (5 Juni 2018) memberitakan dengan judul “Saat MS Dirisak Netizen Gara-gara Via Vallen”. Judul dan pemberitaan yang ditayangkan Tempo.co cenderung mendukung Via Vallen dengan menampilkan fakta bahwa MS dirisak oleh penggemar Via Vallen yang tidak terima dengan peristiwa pelecehan yang dilakukan MS.

Jika kita telisik lebih lanjut, pemberitaan media ini mewakili cara pandang masyarakat kita dalam merespon kejadian pelecehan seksual. Ada yang empati, namun tak sedikit pula yang menyerang dan menyudutkan korban.

Kejahatan Seksual dalam Bentuk Tekstual

Terlepas dari bagaimana dan sudut pandang apa yang digunakan oleh media, kita harus meluruskan apa pandangan publik atau khalayak terhadap kasus-kasus pelecehan terhadap perempuan. Kasus pelecehan seksual dalam berbagai bentuknya bukanlah masalah sepele, karena berdampak jangka panjang pada korban. Maka, kasus pelecehan terhadap Via Vallen justru harus dijadikan pengingat (reminder) bagi semua pihak bahwa peristiwa pelecehan bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dalam bentuk apa saja. Pelakunya bisa siapa saja, demikian juga dengan korbannya.

Peristiwa yang dialami oleh Via Vallen termasuk dalam kategori pelecehan seksual. Istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harrasment yang diartikan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David gallen, 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai “imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments“. Dengan demikian, unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga, perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat merupakan hal yang wajar, namun bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.

Peristiwa ini semakin membukakan mata kita bahwa kemajuan teknologi komunikasi dan informasi memungkinkan pelecehan atau kejahatan seksual dilakukan dalam ranah privat melalui pesan privat di sosial media dan aplikasi pengirim pesan.

Perangkat telepon pintar (smartphone) yang ada dalam genggaman kita memberikan peluang terjadinya bentuk-bentuk pelecehan dan kejahatan baru. Siulan, candaan, komentar, dan rayuan yang berkonotasi mesum tidak hanya terjadi dalam komunikasi tatap muka, melainkan dalam interaksi digital. Pelecehan dalam bentuk verbal menemukan media baru dalam bentuk tekstual. Pelecehan seksual yang menggunakan perangkat komunikasi digital adalah kejahatan seksual dalam bentuk tekstual. Mungkin istilah yang representatif untuk menggambarkan kasus pelecehan ini adalah “Kejahatan Tekstual”.

Maka dari itu, sebagai manusia yang memanusiakan, kita harus berada pada barisan yang mendukung korban kekerasan seksual untuk berani bicara dan melaporkan kasus kekerasan seksual termasuk kejahatan seksual yang dialaminya.

 

*Praktisi Program Kemanusiaan & Kemasyarakatan, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi  Universitas Mercu Buana

 

Referensi:

https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20180607012051-142-304133/dirut-persija-bicara-soal-marko-simic-dan-via-vallen

https://www.liputan6.com/showbiz/read/3551267/via-vallen-pernah-dangdutan-bareng-marko-simic

https://sport.tempo.co/read/1095629/saat-marko-simic-dirisak-netizen-gara-gara-via-vallen

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3746/jerat-hukum-dan-pembuktian-pelecehan-seksual