Jakarta, 10 Juli 2025 – Telah setahun berlalu sejak gedung pusat PKBI diduduki secara sepihak oleh Kementerian Kesehatan. Pada 10 Juli 2024, dengan dukungan Satpol PP dan bermodalkan surat hak pakai dari ATR/BPN, Kementerian Kesehatan mengambil alih gedung PKBI. Bangunan ini berdiri sejak tahun 1970 di atas tanah yang dahulu diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta kepada PKBI. Pendudukan ini dilakukan tanpa proses serah terima, tanpa kejelasan hukum, dan tanpa penghargaan atas sejarah serta kontribusi yang telah ditorehkan selama lebih dari enam dekade.
Gedung itu bukan sekadar bangunan. Ia adalah warisan perjuangan dr. Soeharto, pendiri PKBI, dokter pribadi Presiden Soekarno dan juga pendiri Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Seorang Dokter pejuang yang mendedikasikan hidupnya untuk kemanusiaan dan pelayanan kesehatan keluarga. Sejak tahun 1970, gedung ini menjadi pusat pelatihan ribuan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), tempat pendampingan perempuan dan anak di pelosok negeri, serta titik awal kelahiran lembaga nasional BKKBN/Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, serta mendukung program kesehatan melalui klinik PKBI.
Namun sejak 10 Juli 2024, tempat itu bukan lagi milik kami.
Bukan karena kami menyerah.
Tapi karena kami dipaksa diam.
Kami diusir.
Telah setahun kami menunggu penjelasan.
Telah setahun kami menanti pengakuan.
Telah setahun negara melupakan salah satu rumah perjuangannya sendiri.
Kami tidak menginginkan konflik.
Kami menginginkan keadilan.
Kami tidak mendambakan kemewahan.
Kami hanya meminta penghormatan atas jejak dan pengabdian.
“Apakah jasa hanya dikenang saat upacara? Apakah pengabdian harus kalah oleh kekuasaan administratif?”
Kini, kami kembali bersuara. Untuk mengenang—karena negara begitu mudah melupakan jasa para pelopornya. Untuk bertahan—karena ruang perjuangan kami dirampas tanpa alasan yang jelas. Untuk menuntut perlakuan yang adil dan untuk melanjutkan cita-cita luhur dr. Soeharto: mewujudkan Indonesia yang sehat, adil, dan manusiawi.
PKBI lahir pada tahun 1957 di tengah keprihatinan mendalam atas tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Saat itu, lebih dari 1.500 perempuan meninggal setiap 100.000 kelahiran hidup — sebagian besar karena kehamilan yang tidak direncanakan, terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan, dan kurangnya edukasi.
Di tengah keterbatasan kapasitas pemerintah saat itu dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat, PKBI hadir sebagai gerakan masyarakat sipil yang mengambil peran—mendampingi, melatih, dan melayani, bukan menggantikan negara, tetapi mengisi ruang-ruang kosong yang belum terjangkau.
Melalui gerakan Keluarga Berencana, klinik-klinik pelayanan reproduksi, serta pelatihan ribuan tenaga lapangan dan bidan, PKBI menjadi garda depan penyelamat nyawa ibu-ibu Indonesia.
Perjalanan panjang itu membuahkan hasil yang nyata. Sejak awal berdirinya pada tahun 1957, saat angka kematian ibu (AKI) diperkirakan mencapai 1.500 kematian per 100.000 kelahiran hidup, upaya kolektif yang melibatkan PKBI secara konsisten telah membantu menurunkan angka tersebut secara signifikan. Pada tahun 1987, AKI berhasil ditekan menjadi 650, lalu turun menjadi 307 pada tahun 2000. Tren positif ini terus berlanjut, dengan angka 305 tercatat pada tahun 2015, dan sekitar 230 pada tahun 2020. Kini, Indonesia menatap tahun 2025 dengan harapan besar—menurunkan AKI hingga mencapai 183 per 100.000 kelahiran hidup, sebagaimana ditargetkan dalam agenda SDGs dan RPJMN. Di balik angka-angka itu, tersimpan jutaan nyawa ibu yang terselamatkan, sebuah bukti bahwa kerja kemanusiaan tidak pernah sia-sia.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik. Mereka adalah nyawa yang selamat, anak-anak yang bisa memeluk ibunya, keluarga yang tidak kehilangan. Di baliknya ada kerja diam-diam, penuh kasih, dari PKBI di 25 Provinsi, 186 Kabupaten/Kota dan 3378 relawan PKBI di Seluruh Indonesia.
Dalam semangat menjaga kemitraan dan menghormati sejarah pelayanan kesehatan di Indonesia, PKBI berharap adanya upaya dialog yang dilakukan secara terbuka, transparan, akuntabel, dan adil bagi kedua belah pihak—tanpa ada pihak yang dirugikan, apalagi dilupakan.
Sehubungan dengan itu, PKBI menyampaikan tuntutan kepada Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan, sebagai berikut:
“Telah setahun kami menunggu. Kami tidak akan berhenti berharap.”
Untuk generasi mendatang, untuk sejarah yang tidak boleh dilupakan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Tim Komunikasi PKBI
Whatsapp: 0851-2101-1957
Email: ippa@pkbi.or.id
IG: @suarapkbi
Youtube: Suara PKBI
Twitter: @suarapkbi
FB: Suara PKBI
Tentang PKBI
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah lembaga swadaya masyarakat pelopor keluarga berencana di Indonesia. Berdiri tahun 1957, PKBI telah berperan aktif dalam layanan Keluarga Berencana, penurunan angka kematian ibu (AKI) dan advokasi untuk pemenuhan hak kesehatan reproduksi (kespro).PKBI Nasional memiliki 25 kantor PKBI daerah di tingkat provinsi, 185 PKBI cabang di tingkat kabupaten/kotamadya dan mengelola 25 klinik kespro di 17 provinsi, termasuk 3 klinik konseling kesehatan mental.