KUMPARAN.COM, Denpasar — Aliansi Reformasi KUHP mendesak DPR-RI agar tidak terburu-buru mengesahkan rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP). “Karena masih banyak celah dan berpotensi menghambat perwujudan masyarakat yang berkualitas,” kata I Komang Sutrisna, Direktur Daerah PKBI Bali dalam diskusi di Hotel Grand Santhi Denpasar (13/8).
Komang menuturkan, Aliansi menemukan ada pasal-pasal bermasalah dalam berbagai aspek termasuk diantaranya pada aspek kesehatan. Pasal-pasal masalah tersebut dapat menimbulkan kriminalisasi pada upaya promosi alat kontrasepsi, kriminalisasi penghentian kehamilan, pengelandangan, setiap bentuk persetubuhan diluar ikatan perkawinan, dan hukum yang hidup di masyarakat.
Secara terperinci, Komang menyampaikan bahwa pasal-pasal yang menjadi persoalan antara lain yang pertama berupa kriminalisasi terhadap promosi alat pencegah kehamilan termasuk kontrasepsi.
“Pasal ini jelas akan mengkriminalisasi petugas pemberi informasi seperti dari petugas KB, Pemuka agama, kader PKK dan guru dan pihak-pihak lain yang hendak memberikan edukasi terkait upaya pencegahan HIV/AIDS” jelasnya.
Kedua kriminalisasi terhadap setiap perempuan yang melakukan penghentian kehamilan meskipun terdapat indikasi medis ataupun perkosaan. “pada kasus indikasi medis dan Korban perkosaan sebagaimana yang dikecualikan dalam UU 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Hal ini jelas akan menyederhanakan kompleksitas Kondisi perempuan korba kehamilan yang tidak direncanakan. RKUHP ini malah akan menempatkan perempuan dalam kondisi yang menyulitkan dan membahayakan,” jelasnya.
Ketiga kriminalisasi terhadap setiap bentuk persetubuhan diluar ikatan perkawinan. Hal tersebut menurut Komang dalam RKUHP terjadi perluasan kriminalisasi yang menyasar pada persetubuhan diluar perkawinan dengan ancaman dua tahun penjara. “Dampaknya juga dirasakan dengan timbulnya kecurigaan masyarakat dan kesewang-wenangan aparat yang berpengaruh pada semakin subur ya persekusi,” ucapnya.
Keempat Kriminalisasi terhadap orang yang bergelandangan di tempat umum. Komang menjelaskan bahwa dalam RKUHP dituliskan bahwa setiap orang yang bergelandangan dijalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum akan dipidana dengan denda paling banyak katagori 1 (satu juta rupiah).
Terakhir, Tantang hukum yang berlaku di desa adat. Komang menjelaskan bahwa RKUHP mencoba mengakomodir hukum-hukum adat di Indonesia melalui pasal mengenai hukum yang berlaku di Masyarakat. Namun frasa hukum yang berlaku di masyarakat bersifat multitafsir. “Jelas pasal ini berpotensi digunakan oleh oknum-oknum di daerah untuk melanggengkan sikap-sikap diskriminatif dan penghukuman yang tidak manusiawi,” jelasnya.
Komang kemudian berharap, agar RKUHP yang disebut-disebut akan diketok palu sebelum DPR-RI periode 2014-2019 berakhir, bisa dikaji secara komprehensif untuk menghasilkan pasal-pasal yang pro terhadap masyarakat. “Kami terus berharap agar pasal-pasal tersebut di revisi dan dibahas ulang. tetapi kalau misalkan hal tersebut sulit terwujud, maka kamu menyarankan lebih baik dihapus,” tegasnya saat ditemui setalah acara berlangsung.
Dirinya menambahkan bahwa akan terus berkomunikasi dengan LSM-LSM yang berada di wilayah lain untuk terus mengawal RKUHP agar tidak cacat hukum. (kanalbali/KR13)
Artikel ini telah tayang di KUMPARAN.COM dengan tautan https://kumparan.com/kanalbali/kriminalisasi-alat-kontrasepsi-di-rancangan-kuhp-diprotes-1resFHN5s7J